SAMARINDA, JURNAL TIPIKOR –Pembebasan lahan untuk pembangunan di ibukota Negara (IKN) menemui sedikit kendala, diantaranya Maslaah kesepakatan harga tanah.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (12/6), Sebanyak enam warga di Desa Bumi Harapan menolak melepas lahannya untuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN).
Alasannya, karena menganggap harga ganti rugi yang ditawarkan tim appraisal terlalu rendah.
Kini, ke enam warga tersebut mulai jalani proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).
“Ada 6 warga yang sudah ajukan keberatan, mereka sedang sidang di pengadilan. Saya dipanggil sebagai saksi,” ungkap Tommy Thomas, warga Desa Bumi Harapan
Cegah TPPO, Polri Imbau Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Kerja di Luar Negeri
“Setelah ini nanti 5 warga lagi menyusul, jadi ada 11 warga,” sambung Thommy.
Ronggo Warsito dan Iwan Sunaryo (42) merupakan dua dari enam warga yang menolak harga ganti rugi dan sedang berproses di Pengadilan Penajam.
Keduanya juga mengakui ada empat warga lain juga menjalani sidang yang sama, sehingga mereka berjumlah enam orang.
“Kami ada enam orang lagi proses sidang di pengadilan karena menyanggah harga ganti rugi (lahan KIPP) terlalu rendah,” ungkap Ronggo, saat dihubungi terpisah.
Di Musda III BKMM DMI 2023, Raihan Suara Isteri Bupati Tasikmalaya Mengungguli Suara Wagub Jabar
Ronggo menuturkan, harga lahan dan bangunan rumahnya yang ditawarkan tim appraisal sebesar Rp 585.000 per meter persegi.
Bagi dia, harga tersebut terlalu rendah, belum sesuai keinginannya.
“Ada warga yang harga ganti rugi Rp 1,5 juta. Padahal, lokasinya agak jauh dari titik nol. Saya yang rumah dekat dengan titik nol, hanya berjarak 400 meter dikasih harga Rp 585.000. Saya tolak,” tegas Ronggo.
Karena menolak, Ronggo mengajukan permohonan keberatan ke PN Penajam dan meminta agar lahannya bisa dihargai dengan Rp 1,5 juta–Rp 3 juta.
“Kami sudah beberapa kali mengikuti sidang. Ini sudah (sidang) pembuktian. Kami bukan tolak IKN, kami dukung 100 persen tapi tanah kami mesti diganti untung, jangan ganti rugi,” pungas Ronggo.
Iwan Sunaryo juga mengutarakan alasan serupa.
Warga RT 010 Desa Bumi Harapan ini mengatakan, lahannya seluas 700 meter persegi sudah sertifikat hak milik (SHM). Lahan itu sudah dia buat kaplingan.
“Tapi tim oleh tim appraisal dikasih harga Rp 600.000 per meter, saya tolak. Harga di tempat lain sudah lebih daripada itu. Saya minta Rp 1,5 juta. Soalnya ada warga yang dapat harga (ganti rugi) segitu,” ungkap Iwan.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan MA RI (Perma) Nomor 2/ 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan MA Nomor 3/ 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 5 menyebutkan bagi warga yang menolak, mengajukan permohonan keberatan ke pengadilan paling lama 14 hari setelah tanggal dilaksanakannya musyawarah penetapan ganti kerugian.
Permohonan meliputi uraian keberatan, beserta dokumen pendukung lainnya.
Selanjutnya, uraian keberatan itu akan diperiksa dan diputuskan hakim tunggal atau majelis hakim sesuai urutan jadwal persidangan mulai sidang pertama hingga putusan.
Sekretaris Camat Sepaku, Hendro Susilo mengakui, ada warga yang sudah berproses di pengadilan karena menolak nilai ganti rugi terlalu kecil.
“Proses di PN bagian dari proses akhir. Ketika seorang tidak menerima hasil dari tim appraisal. Dia tidak mau tanda tangan setuju, artinya dia menolak,” ungkap dia.
Polres Belu berhasil meringkus terduga TPPO di wilayah Perbatasan RI dan RDTL
Hendro menilai, masalah penolakan warga ini dipicu karena opsi pilihan ganti rugi yang disiapkan hanya berupa uang.
“Mereka (warga) ini tidak menerima karena tidak sesuai harga. Pergantian ini tidak hanya uang, bisa berupa lahan, pemukiman kembali, saham dan lainnya. Sayangnya, alternatif lain itu yang selama ini belum ada. Yang tersedia saat ini hanya ganti duit saja,” terang dia.
Sementara, di saat bersamaan, ada warga juga menginginkan lahan pengganti bukan uang.
Hendro belum mengetahui persis data jumlah warga yang menolak melepas lahannya pun sebaliknya.
Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin mengakui belum tersedia pilihan lain selain ganti uang.
Tapi, pihaknya sedang mengupayakan ada lokasi untuk permukiman baru bagi masyarakat.
“Memang dalam tahap pembebasan lahan ini, kesannya memang tidak disampaikan. Tapi, kami sedang siapkan itu (permukiman ulang). Nanti kita ada lahan khusus,” ungkap Alimuddin.
Untuk diketahui, dari luas 6.671,55 hektar yang ditetapkan sebagai KIPP IKN, sebanyak 12 persen atau 817,89 hektar lahan yang harus dibebaskan pemerintah.
Karena, lahan tersebut merupakan penguasaan masyarakat dari tiga desa yakni Desa Bumi Harapan seluas 345,81 hektar, Desa Bukit Raya 0,01 hektar dan sisanya masuk Kelurahan Pemaluan.
Pemerintah sedang membebaskan sebagian lahan di Desa Bumi Harapan untuk tahap I.
Selanjutnya, tahap II sebanyak 45 warga pemilik kebun dan bangunan dan tahap III sebanyak 62 warga yang bakal dibebaskan.
(Red/Kompas.com)
1 thought on “Harga Terlalu Rendah untuk IKN, 6 Warga Desa Bumi Harapan Jalani Sidang Pengadilan”