
JAKARTA, JURNAL TIPIKOR – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan bagi terpidana mati berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia (HAM).
“Prinsip HAM ini berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” ujar Eddy, sapaan akrabnya, saat acara Uji Publik RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu, (8/10).
Wamenkumham Eddy menjelaskan RUU ini akan menggantikan landasan hukum yang berlaku sebelumnya, yakni Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
Masuk Prioritas Prolegnas 2025
Lebih lanjut, Eddy mengungkapkan RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati telah ditetapkan masuk prioritas tahun 2025.
Penetapan ini melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Nomor 23/DPR RI/I/2025-2026 tentang Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Perubahan Kedua Prolegnas Prioritas Tahun 2025.
“Artinya hari ini setelah kami membahas dan mendapatkan paraf dari kementerian/lembaga, akan segera kami ajukan ke Presiden bersama dengan Undang-Undang Penyesuaian Pidana,” jelasnya.
Pembaruan Hak Terpidana dan Syarat Eksekusi
Wamenkumham juga memaparkan sejumlah kebaruan dalam RUU ini dibandingkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964, khususnya mengenai hak, kewajiban, dan persyaratan terpidana mati.
Menurut Eddy, hak narapidana mati yang diatur, selaras dengan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, meliputi:
- Bebas dari penggunaan alat pengekangan berlebihan.
- Mendapatkan fasilitas hunian layak.
- Menjalin komunikasi dengan keluarga dan/atau kerabat usai penetapan pelaksanaan pidana mati ditetapkan.
- Mengajukan tempat pelaksanaan pidana mati dan/atau mengajukan permintaan lokasi dan tata cara penguburan.
Sementara itu, syarat pelaksanaan pidana mati meliputi:
- Selama masa percobaan terpidana mati tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki atau telah memasuki masa tunggu.
- Telah mengajukan grasi dan grasinya ditolak.
- Berada dalam kondisi sehat.
Pertimbangan Pilihan Metode Eksekusi
Pada kesempatan yang sama, Eddy juga menyampaikan usulan untuk mempertimbangkan pilihan metode pelaksanaan pidana mati selain tembak mati.
Baca juga Pererat Hubungan Sosial, Pemkot Bandung Gencarkan Program “Bandung Nyaah Ka Indung”
Pilihan yang disebutkan antara lain melalui eksekusi dengan injeksi atau menggunakan kursi listrik.
“Kemarin sempat tercetus kenapa tidak dikasih pilihan, ini yang bisa kami diskusikan,” ujar Eddy, menambahkan bahwa secara ilmiah dapat dipertimbangkan cara yang mendatangkan kematian paling cepat, baik dengan kursi listrik, tembak mati, ataupun injeksi.
(Red)
**mindvault**
Mind Vault is a premium cognitive support formula created for adults 45+. It’s thoughtfully designed to help maintain clear thinking