
JAKARTA – JURNAL TIPIKOR – Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini secara resmi menghapus larangan bagi lembaga pemantau pemilihan untuk melakukan “kegiatan lain” selain yang berkaitan dengan pemantauan pemilihan, sebagaimana diatur dalam Pasal 128 huruf k Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Keputusan ini bertujuan untuk mengatasi multitafsir dan ketidakpastian hukum yang timbul dari frasa tersebut.
Dalam amar Putusan Nomor 91/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK RI, Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 128 huruf k UU 1/2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Frasa “kegiatan lain” dalam pasal yang diuji dianggap sebagai “frasa terbuka (open-ended clause)” yang tidak memberikan definisi jelas mengenai apa saja yang termasuk atau dikecualikan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa rumusan norma yang multitafsir ini berpotensi menjadi “pasal karet” yang memberikan keleluasaan bagi aparat penegak hukum untuk menafsirkan setiap kegiatan lembaga pemantau sebagai pelanggaran, tanpa batasan hukum yang jelas.
MK menekankan bahwa dalam hukum pidana dan administrasi yang berimplikasi pada sanksi, rumusan norma larangan harus dibatasi oleh prinsip-prinsip kepastian hukum yang adil. Ketiadaan penjelasan spesifik dalam pasal tersebut, yang hanya dibubuhi keterangan “cukup jelas”, semakin memperburuk ketidakpastian hukum. Kondisi ini dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis dan dapat membuka ruang penyalahgunaan wewenang.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Syarifah Hayana, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan. Syarifah Hayana mengklaim mengalami kerugian konstitusional setelah akreditasi LPRI Kalsel dicabut dan dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemilu.
Hal ini terjadi setelah LPRI Kalsel mempublikasikan hasil hitung cepat internal PSU Pilkada Kota Banjarbaru 2024 yang memenangkan kotak kosong. Syarifah Hayana kemudian divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp36 juta subsider 1 bulan kurungan oleh Pengadilan Negeri Banjarbaru.
Dengan putusan ini, MK menegaskan kembali peran penting lembaga pemantau sebagai motor penggerak demokrasi yang sehat dan adil, terutama dalam memastikan integritas proses pemilihan.
Lembaga pemantau diharapkan dapat melaksanakan tugas pengawasan dengan menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan keadilan, serta berperan aktif dalam mengawal hasil pemilihan.
(AZI)
1 thought on “Mahkamah Konstitusi Hapus Larangan “Kegiatan Lain” bagi Pemantau Pemilu, Perkuat Kepastian Hukum”