
BANDUNG, JURNAL TIPIKOR– Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menegaskan bahwa modernisasi politik tidak bisa hanya mengandalkan teknologi semata, melainkan harus mengintegrasikan aspek sosial, budaya, dan perilaku masyarakat.
Pendekatan ini, yang dikenal dengan istilah sociotechnology, menjadi kunci dalam membangun demokrasi yang sehat dan partisipatif.
Erwin menyampaikan pandangannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Dialog Strategis untuk Transformasi Politik berbasis Sociotechnology” di Best Western Hotel, Jalan Setiabudi, pada Kamis, 10 Juli 2025.
“Modernisasi politik tidak cukup hanya membangun aplikasi atau platform digital. Harus ada keseimbangan antara teknologi, nilai sosial, budaya, serta regulasi. Di situlah pentingnya pendekatan sociotechnology dalam membentuk demokrasi yang sehat dan partisipatif,” ujar Erwin.
Ia menjelaskan bahwa sociotechnology merupakan pendekatan integratif dalam transformasi politik yang tidak hanya memanfaatkan teknologi seperti AI, ICT, dan platform digital, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, budaya, kelembagaan, dan perilaku pengguna.
Pendekatan ini diyakini mampu menciptakan sistem politik yang transparan, efisien, dan partisipatif, sehingga masyarakat lebih terlibat dalam menyampaikan aspirasi dan pengambilan keputusan.
“Melalui media sosial, e-government, dan aplikasi interaktif, masyarakat bisa berdialog langsung dengan kandidat, menyampaikan ide, dan bahkan ikut mengawasi proses politik. Ini bentuk nyata demokrasi digital,” jelas Erwin.
Meskipun teknologi menawarkan berbagai kemudahan, Erwin mengingatkan bahwa demokrasi digital tetap menghadapi tantangan serius.
“Tidak semua pemanfaatan teknologi berujung pada demokrasi yang sehat. Bisa saja justru menimbulkan polarisasi atau disinformasi. Karena itu, penting mengintegrasikan nilai-nilai sosial dalam pemanfaatan teknologi politik,” tegasnya.
Erwin juga menekankan pentingnya memperluas pendidikan politik yang berbasis digital dan merata ke seluruh wilayah. Hal ini dinilai krusial dalam menghadapi Pemilu mendatang, sekaligus mendorong keterlibatan pemilih muda.
“Edukasi politik harus dikembangkan agar tidak hanya mereka yang tinggal di kota besar yang melek digital, tetapi juga masyarakat di desa, kaum muda, hingga pemilih pemula. Itulah cara kita membangun demokrasi yang kuat dari bawah,” tandasnya.
Pendekatan sociotechnology diharapkan menjadi salah satu jalan menuju reformasi politik yang lebih modern, akuntabel, dan terbuka untuk semua kalangan.
Kota Bandung pun siap menjadi laboratorium kecil dalam mendorong adopsi teknologi yang berpihak pada demokrasi yang sehat dan partisipatif.
(Her)