
Jakarta, JURNAL TIPIKOR– Upaya hukum untuk memperjelas larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri (wamen) di Indonesia semakin menguat. Mahkamah Konstitusi (MK) kini menerima lebih banyak permohonan uji materi terkait isu krusial ini, menyusul pendaftaran resmi dari advokat Viktor Santoso Tandiasa pada hari Senin, 28 Juli 2025.
Viktor Tandiasa mendesak MK untuk secara eksplisit mencantumkan larangan rangkap jabatan wamen dalam amar putusan, tidak hanya sebatas dalam pertimbangan hukum.
Permohonannya berfokus pada konstitusionalitas Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024.
“Pada intinya, permohonan itu kami minta agar wakil menteri itu ditegaskan dalam amar putusan untuk dilarang, sama seperti menteri, tidak boleh merangkap jabatan, salah satunya sebagai komisaris BUMN,” jelas Viktor di Gedung MK, Jakarta.
Baca juga Ponpes Di Sukabumi Dukung Polri Ciptakan Lingkungan Pendidikan yang Aman, Tertib dan Berkarakter
Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara secara tegas melarang menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi perusahaan negara/swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD.
Meskipun MK dalam Putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa wamen memiliki status setara dengan menteri dalam hal larangan rangkap jabatan, penegasan ini tidak dimuat dalam amar putusan karena pemohon sebelumnya dianggap tidak memiliki kedudukan hukum.
Viktor Tandiasa merasa dirugikan secara konstitusional sebagai warga negara akibat ketiadaan penegasan ini, terutama mengingat masih banyak wamen yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
Ia menyoroti pentingnya seorang komisaris yang fokus dan kompeten untuk mengawasi serta memberikan nasihat kepada direksi perusahaan.
“Ketika komisaris itu dirangkap oleh wakil menteri maka tidak fokus dalam melakukan fungsinya, baik itu memberikan nasihat, pertimbangan terhadap direksi dalam mengambil keputusan dalam pengelolaan BUMN, dan juga tidak mengawasi secara maksimal,” tambahnya.
Dalam petitumnya, Viktor memohon agar MK menyatakan Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara bertentangan secara bersyarat dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai “Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan…”.
Baca juga Wakil Wali Kota Bandung Ajak Mahasiswa Jadi Mitra Strategis Pembangunan Kota Lewat Sekolah Advokasi
Sebelum Viktor, pendiri Pinter Hukum Ilhan Fariduz Zaman dan aktivis hukum A. Fahrur Rozi juga telah mengajukan permohonan serupa. Keduanya menguji Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara serta Pasal 27B dan Pasal 56B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dengan harapan MK memperluas larangan rangkap jabatan dewan komisaris BUMN agar mencakup jabatan struktural dan fungsional pada kementerian/lembaga pemerintah pusat dan daerah.
Permohonan Viktor Tandiasa saat ini masih dalam tahap registrasi dan belum memiliki nomor perkara. Sementara itu, permohonan Ilhan dan Fahrur telah diregistrasi sebagai Perkara Nomor 118/PUU-XXIII/2025.
Sebelumnya, MK juga telah memutus Perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025 dengan pokok permohonan serupa, namun permohonan tersebut tidak dapat diterima karena pemohon meninggal dunia.
Gelombang permohonan uji materi ini menunjukkan semakin tingginya harapan masyarakat akan kejelasan hukum terkait rangkap jabatan pejabat publik, khususnya wakil menteri, demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang lebih profesional dan bebas konflik kepentingan.
(AZI)
2 thoughts on “Permohonan Uji Materi Larangan Rangkap Jabatan Wakil Menteri di MK Terus Bertambah”