
JAKARTA, JURNAL TIPIKOR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) tahun anggaran 2021-2022.
Pada Senin, 14 Juli 2025, KPK memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Blitar, Yohan Tri Waluyo, sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Yohan Tri Waluyo fokus pada pendalaman aliran uang dari kelompok masyarakat kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Penyidik mendalami terkait dengan adanya aliran uang dari para saksi, yaitu selaku kelompok masyarakat kepada pihak-pihak terkait yang sudah ditetapkan tersangka,” ujar Budi.
Baca juga Kejari Ternate Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah KONI
Lebih lanjut, Yohan Tri Waluyo juga didalami mengenai dugaan aliran uang kepada tersangka kasus tersebut untuk mendapatkan dana hibah pokmas yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Jatim.
Yohan Tri Waluyo merupakan satu dari lima saksi yang dipanggil KPK pada Senin (14/7). Dua saksi lainnya dari pihak swasta, Handri Utomo dan Sa’ean Choir, hadir dan didalami materi yang sama. Sementara itu, dua saksi lain dari pihak swasta, Totok Hariyadi dan Puguh Supriadi, belum dapat memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa di Polresta Blitar pada hari yang sama.
Sebelumnya, pada 12 Juli 2024, KPK telah mengumumkan penetapan 21 tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus dana hibah Jatim ini.
Dari jumlah tersebut, empat orang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap (tiga di antaranya penyelenggara negara dan satu staf penyelenggara negara), dan 17 orang lainnya sebagai tersangka pemberi suap (15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara).
Baca juga KPK Sita Aset Rp1,11 Miliar Terkait Dugaan Korupsi Kredit Fiktif Bank Jepara Artha
KPK juga mengungkapkan pada 20 Juni 2025 bahwa pengucuran dana hibah yang berkaitan dengan kasus ini sementara waktu teridentifikasi terjadi di sekitar delapan kabupaten di Jawa Timur.
Penyidikan kasus ini terus bergulir untuk mengungkap tuntas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara.
(AZI)