Jakarta, JURNAL TIPIKOR – Pemberantasan korupsi di Indonesia terus menjadi agenda besar yang dibahas sejak reformasi. Namun, menurut salah satu mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), keberhasilan dalam menghapuskan korupsi masih jauh dari harapan. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, ia mengungkapkan sejumlah alasan mengapa pemberantasan korupsi di Indonesia akan sulit, bahkan mungkin tidak pernah benar-benar berhasil.
1. Korupsi yang Sudah Sistemik
Salah satu alasan utama yang dikemukakan adalah korupsi telah menjadi budaya dan sistem di berbagai level pemerintahan dan masyarakat. “Ketika korupsi bukan lagi sekedar tindakan individu, tetapi sudah menjadi bagian dari sistem, maka penanganannya menjadi jauh lebih sulit,” ujar mantan Ketua KPK tersebut.
Ia menjelaskan, bahwa jaringan korupsi melibatkan banyak pihak, mulai dari pejabat pemerintah, pengusaha, hingga aparat penegak hukum. “Ketika satu aktor ditangkap, yang lain sudah siap mengisi posisinya,” tambahnya.
Baca juga KPK Cegah Mantan Menkumham Yasonna Laoly ke Luar negeri
2. Lemahnya Penegakan Hukum
Penegakan hukum di Indonesia dinilai masih tebang pilih dan tidak konsisten. Banyak kasus korupsi besar yang berhenti di tengah jalan, sementara pelaku korupsi kecil lebih sering menjadi target penegakan hukum.
“Penegakan hukum yang lemah ini membuat pelaku korupsi tidak jera. Bahkan, ada anggapan bahwa korupsi adalah risiko pekerjaan yang dapat diatasi dengan ‘lobi’ atau suap,” tegasnya.
3. Rendahnya Kesadaran Publik
Kesadaran masyarakat terhadap bahaya korupsi juga dianggap masih rendah. Dalam banyak kasus, masyarakat justru memaklumi praktik korupsi kecil-kecilan, seperti uang pelicin untuk mempercepat layanan.
“Kalau masyarakat tidak berani menolak atau melaporkan korupsi, maka praktik ini akan terus berlangsung,” katanya. Ia menyoroti pentingnya pendidikan antikorupsi sejak dini untuk menanamkan nilai-nilai integritas.
4. Intervensi Politik
Korupsi di Indonesia juga erat kaitannya dengan kepentingan politik. Banyak pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi menggunakan pengaruh politik mereka untuk menghindari hukuman.
“Selama politisasi hukum masih terjadi, pemberantasan korupsi akan selalu terhambat,” ungkapnya. Ia menekankan pentingnya independensi lembaga penegak hukum seperti KPK untuk melawan tekanan politik.
5. Kurangnya Dukungan Sistemik
Pemberantasan korupsi memerlukan dukungan sistemik dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Namun, sinergi ini sering kali tidak berjalan dengan baik.
“Jika pemerintah hanya setengah hati dalam mendukung pemberantasan korupsi, maka usaha lembaga seperti KPK akan sia-sia,” jelasnya.
Pemberantasan korupsi di Indonesia menghadapi tantangan besar yang melibatkan berbagai aspek, dari sistem yang sudah rusak hingga lemahnya penegakan hukum. Menurut mantan Ketua KPK ini, diperlukan reformasi menyeluruh untuk bisa mengatasi masalah tersebut.
“Masyarakat harus menjadi motor perubahan, dan pemimpin harus memiliki keberanian politik untuk memotong rantai korupsi,” tutupnya.
Meski penuh tantangan, harapan untuk Indonesia yang bebas korupsi masih ada jika semua pihak bersatu dalam upaya ini. Namun, langkah nyata dan konsistensi sangat diperlukan agar mimpi tersebut bisa menjadi kenyataan.
Setelah meninjau informasi terkini, pernyataan mengenai tantangan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia telah disampaikan oleh beberapa mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berikut beberapa di antaranya:
1. Laode M. Syarif: Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 ini mengkritisi penanganan kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo. Ia menekankan perlunya ketegasan dan transparansi dalam penanganan kasus tersebut untuk menjaga integritas lembaga.
2. Busyro Muqoddas: Mantan Ketua KPK ini menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi KPK saat ini, dengan menyebut bahwa KPK yang dulu orisinal kini kualitasnya menurun. Ia mengkritisi perubahan yang dianggap melemahkan fungsi dan independensi KPK dalam pemberantasan korupsi.
3. Basaria Panjaitan: Mantan Wakil Ketua KPK ini menyoroti merosotnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang menunjukkan penurunan dari skor 40 pada tahun 2019. Ia mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan keprihatinan para mantan pimpinan KPK terhadap tantangan yang dihadapi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka menekankan perlunya komitmen yang kuat, transparansi, dan independensi lembaga penegak hukum untuk mencapai keberhasilan dalam memberantas korupsi. (Red)
kuşadası bayan escort Karaoke etkinliklerine katılın. https://sp35lodz.edu.pl/
Noodlemagazine For the reason that the admin of this site is working, no uncertainty very quickly it will be renowned, due to its quality contents.