BENGKALIS, Jurnal Tipikor.com—Dua Gajah besar diberi nama Sarma dan Puja jenis binatang pemilik sifat setia dan cerdas menyambut kedatanganku dengan hangat
Seperti rasa kangen sahabat setelah lama tak berjumpa Sarma mendekatiku seakan berkata tentang kabarku. Aku sambut jabat tangan lewat lembut gemulai belalainya.
Aku dapat merasakan haru dan bahagia setelah perjumpaan terakhir tahun 2001. Semangat Sarma nampak pada kekuatan tubuh besarnya namun kulihat dari kelopak mata sipitnya keluar air mata. Seakan mengadu betapa ia bertahan hidup di hutan belantara yang kini dirampok dikuasai manusia.
Sengaja aku bawakan oleh-oleh buah semangka, lalu kuajak makan bersama. Ia senang menikmatinya, sesekali belalainya meraih buah dari tanganku. Kami memang tidak bisa bicara bahasa Gajah tapi bicara batin dan bahasa tubuh dapat menjelaskan perasaan dan situasi apa yang terjadi.
KEGIATAN PENYULUHAN HUKUM JAKSA MASUK SEKOLAH (JMS) KEJAKSAAN TINGGI RIAU DI SMA YKPP DUMAI
Belum 7 menit kami bercengkerama Gajah Sarma tegakkan kepala sambil menoleh ke arah kiri. Ternyata Gajah betina Puja pasangan setianya datang menyusul ikut gabung bersama kami. Kehadiran Puja membuat Sarma bahagia apalagi Aroma Puja begitu menggodanya. Kutahu dari alat kelamin jantan Sarma yang tadi kuncup tak terlihat tiba-tiba menjuntai sebesar kaki manusia.
Di himpit realita rumah belantara miliknya sekarang di kuasai manusia. Pasangan Sarma dan Puja sedang bahagia. Puja sekarang sedang hamil besar, kandungannya sudah memasuki usia 12 bulan berjalan.
Dalam jurnal ilmiah disebutkan Gajah adalah hewan dengan masa kehamilan selama 23 bulan. Kehamilan gajah yang sangat lama bukan hanya karena untuk mencapai berat bayi yang sangat besar, yaitu 104 kilogram. Namun juga untuk membangun kecerdasan gajah, karena gajah adalah salah satu hewan yang paling cerdas.
Ribuan Pelajar Padati Jalan Pamanukan Meriahkan HUT Republik Indonesia ke 78 dengan Karnaval
Setelah kami bercengkerama dan makan bersama. Sarma dan Puja mengajak kami jalan jalan melihat alam PLG Sebanga. Belantara berubah jadi kebun sawit, Rumah karyawan yang dibangun oleh BKSDA untuk ditempati karyawan merawat Gajah sudah rusak bahkan ada yang ambruk. Hanya dua bangunan dengan plang tulisan Pusat Pelatihan Gajah Sebanga Duri masih berdiri dengan pintu terkunci.
Merujuk dari laman BKSDA Riau aktifitas pelatihan gajah di PLG Sebanga tetap berjalan sampai saat ini ditengah ancaman konflik lahan di PLG yang semakin tinggi dan tidak terkendali, sehingga mengakibat gajah binaan PLG Sebanga kesulitan dalam hal penambahan gajah dan juga pengembalaan dikarenakan lahan sebagai habitat telah berubah fungsi menjadi kebun sawit.
Masih dari sumber BKSDA sejak tahun 1980 keberadaan Gajah liar sudah mulai menjadi permasalahan bagi masyarakat dan pihak-pihak terkait baik swasta maupun pemerintah. Agar tidak terganggunya program pembangunan di Indonesia maka dilaksanakan kegiatan penggiringan Gajah besar-besaran kehabitat aslinya agar keberadaannya dapat lestari, operasi tersebut yang dikenal dengan nama operasi ghanesa dan tata liman.
Dari Kondisi tersebut maka upaya pencegahan terhadap gangguan Gajah yang telah dilakukan tercetus gagasan untuk mendirikan Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebangga Duri-Riau pada bulan Oktober tahun 1988.
Dalam perkembangannya PLG Riau beberapa kali mengalami perpindahan lokasi, PLG Riau pertama kali didirikan di Sebanga-Duri pada tahun 1988, pada tahun 1991 lebih kurang tiga tahun PLG Sebanga berdiri terjadi pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat sekitar PLG. Agar aktivitas pelatihan dan pengelolaan gajah tetap berjalan untuk sementara PLG dipindahkan ke Desa Pinggir yang berlokasi di Suaka Margasatwa Balai Raja.
Sebenarnya berpedoman Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah I Riau Nomor: KPTS.387/VI/1992 lokasi Pusat Latihan di Desa Muara Basung Kecamatan Mandau Kebupaten Bengkalis Km 100 Pekanbaru-Duri sangat luas yaitu 5.000 hektare. Tapi apa yang terjadi ? PLG Sebanga sekarang hanya tersisa kurang dari 25 hektare. Kondisi tragis tersebut diakui Irwanto Kordinator PLG Sebanga saat bersama menjenguk Gajah Sarma dan Puja.
Sumber: Forkopim Bengkalis.