JMHI : Usut-Tuntas Kasus Dugaan Korupsi Dak Senilai 39 M di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan

Jakarta, JURNAL TIPIKOR–kelompok Mahasiswa yang menamakan Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) mengelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jakarta, Kamis (22/6).

Berdasarkan pres reales yang diterima oleh Jurnal Tipikor, Isinya sebagai berikut :

Di Kabupaten Enrekang Sulawesi-Selatan, Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan keadilan sosial.

Survei Transparency International (TI) menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara paling korup di dunia. Korupsi telah meluas dan dilakukan oleh semua elemen masyarakat, termasuk pejabat publik (Djulianto, 2009).

Pemerintah Indonesia memerangi korupsi dengan menerapkan Undang-Undang Antikorupsi, di samping membangun Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) untuk menegakkan pelaksanaan program pemberantasan korupsi.

Efektivitas pelaksanaan program membutuhkan kontribusi dari partisipasi
masyarakat. Artinya, secara umum dinyatakan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan mengenai korupsi, sikap dan kesadaran yang besar serta memiliki respon positif untuk mendukung upaya
(pemerintah) menanggulangi korupsi.
Di Kabupaten Enrekang Sul-Sel terdapat kasus dugaan korupsi yang sampai hari ini belum ada kejelasan.

Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp 39 Miliar diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel. Anggaran DAK tersebut kemudian
dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015. Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab
Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang diduga memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yangd dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecahm menjadi 126 paket pengerjaan.

Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud. Selain itu, 126 paket pengerjaan
yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif.

Ditemukan beberapa kejanggalan. Di antaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat
Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran. Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.

Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015. Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15-45%. Bahkan, ada yang masih berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidakberfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas. Hingga
saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilaksanakan.

Pada 27 Agustus 2019 Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan {Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Senilai 39 M di kab. Enrekang ke tahap penyidikan. Namun yang menjadi kejanggalan kasus ini justru di SP3 atau diberhentikan oleh pihak penyidik dengan alasan tidak ditemukan bukti adanya tindak pidana korupsi.

Padahal kepala kejati sulsel sebelumnya pernah menyampaikan bahwa ada 4 indikasi pelanggaran yang mereka dapatkan pada kasus dugaan Korupsi DAK serta menyampaikan bahwa sudah ada nama yang dikantongi untuk tersangka.

Olehnya itu kami menduga adanya kongkalikong antara kejati sulsel
dengan pihak-pihak terkait dalam kasus ini.

Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) menilai Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) lemah dalam menegakkan keadilan. Maka untuk itu kami Akan menggelar aksi di KEJAGUNG RI dan KPK RI terkait dugaan korupsi anggaran DAK Senilai 39 M di kabupaten
Enrekang Sul-Sel.
Tuntutan aksi :
1. Meminta KEJAGUNG RI segera mengevaluasi kinerja Kejati Sulsel yang dianggap tidak komitmen dalam pemberantasan korupsi khusunya kasus dugaan Korupsi anggaran DAK Senilai 39 M Di KAB. Enrekang Sul-Sel
2. KEJAGUNG RI Segera Proses bahkan copot Jaksa yang diduga sebagai makelar kasus ditubuh kejaksaan tinggi Sulsel
3. Mendesak KPK RI Agar segera melekaukan langkah investigasi dan segera menyeret dalang intelektual dibalik kasus dugaan Korupsi anggaran DAK Senilai 39 M Di KAB. Enrekang Sul-Sel
4. KPK RI segera panggil & periksa Sdr. MUSLIMIN BANDO (BUPATI ENREKANG) &
Sdr. MITRA FAKHRUDDIN ( ANGGOTA DPR RI) Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dana Alokasi Khusus (Dak) T.A 2015 Senilai 39 M Pada Proyek Pembangunan Bendung
Jaringan Air Baku Sungai Tabang Kec. Maiwa Kab. Enrekang Sulsel

(JT-Bahar)