
JAKARTA, JURNAL TIPIKOR – Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini menyampaikan pertimbangan hukumnya terkait dampak negatif penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah yang berdekatan.
Dalam putusan nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa kondisi ini cenderung menjebak partai politik (parpol) dalam pragmatisme dan berpotensi melemahkan kualitas demokrasi.
Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Jakarta, Kamis (26/6/2025), menyoroti bahwa parpol tidak memiliki cukup waktu untuk menyiapkan kader-kader berkualitas untuk bersaing di berbagai tingkatan pemilu secara bersamaan.
“Parpol dalam waktu instan harus menyiapkan ribuan kader untuk dapat bersaing dan berkompetisi pada semua jenjang pemilihan, mulai dari pemilu anggota DPR, anggota DPD,
Baca juga Kado Istimewa HUT ke-24 Kota Cimahi: Gereja BFA Hibahkan Lahan 200 Meter Persegi untuk Puskesmas
presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota hingga pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada waktu yang berdekatan. Akibatnya, parpol mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi,” jelas Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
MK menilai agenda pemilu yang berdekatan ini berdampak pada pelemahan pelembagaan parpol. Hal ini membuat parpol rentan terhadap kepentingan pemilik modal dan cenderung merekrut calon non-kader berdasarkan popularitas, bukan ideologi atau kemampuan, sehingga membuka peluang praktik transaksional dalam proses pencalonan.
Selain itu, MK juga menyoroti penumpukan beban kerja yang luar biasa pada penyelenggara pemilu. Jadwal yang berimpitan mengakibatkan masa kerja efektif penyelenggara pemilu menjadi tidak efisien, padahal amanat UUD 1945 menghendaki penyelenggara pemilu bersifat nasional dan tetap dengan masa jabatan lima tahun.
Sebagai respons atas permasalahan ini,
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu antara nasional dan daerah. Pemilu daerah akan dilaksanakan paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional.
Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
Putusan ini merupakan hasil dari sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
(AZI)
2 thoughts on “Mahkamah Konstitusi: Jadwal Pemilu yang Berdekatan Memicu Pragmatisme Politik dan Beban Penyelenggara”