
Jakarta, JURNAL TIPIKOR -Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyebut instruksi yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri kepada kepala daerah dari PDIP untuk menunda ikut retret di Akademi Magelang, Jawa Tengah, dianggap sebagai bentuk perlawanan politik.
Demikian Ahmad Khoirul Umam dalam keterangannya di Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Senin (24/2/2025).
“Diakui atau tidak, ini kan respons politik, sehingga kemudian ketika meminta kader untuk kemudian tidak hadir di retret, di Magelang, maka memang bisa ditafsirkan sebagai sebuah perlawanan politik dari PDIP terhadap kekuasaan,” kata Umam.
“Meskipun tentu ini belum bisa dijustifikasi, belum bisa disimpulkan sebagai sebuah final decision karena ada diksi kemarin, menunda, dan menunda itu bisa ada barangkali keputusan lanjutan yang memberikan dorongan lebih lanjut,” lanjut Umam.
Namun tetap, kata Umam, sikap yang sudah ditunjukkan oleh Megawati terhadap kadernya usai Hasto ditahan adalah bagian dari manuver politik.
“Itu sudah dikeluarkan, maka ini sebuah manuver politik sebagai bagian dari opsi tidak percaya, kekecewaan terhadap langkah pemerintahan,” ujar Umam.
Umam menduga, kekecewaan PDIP terhadap pemerintahan Prabowo terkait penahanan Hasto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilatari karena sudah adanya komitmen atau komunikasi yang terbangun antara kedua belah pihak.
“Secara subjektif, saya mencoba untuk menafsirkan, tampaknya memang sudah ada semacam komunikasi politik dan juga komitmen antara PDIP dengan Pak Prabowo,” kata Umam.
Bahkan, kata Umam, Megawati dalam sebuah kesempatan pernah menyampaikan secara terbuka bagaimana dirinya akan bersikap jika Hasto ditahan KPK.
“Dalam sebuah kesempatan kita masih ingat, Bu Megawati mencoba untuk menyampaikan semacam dialog imajiner antara beliau dengan Pak Prabowo seandainya ada pihak-pihak tertentu yang ingin memperlakukan Sekjen kita, kita sebagai ketua umum partai, bagaimana rasanya,” papar Umam.
“Artinya bahwa, itu bukan sekadar dialog imajiner, tetapi disampaikan di ruang publik, artinya bahwa ada semacam ekspektasi yang dimiliki oleh Bu Mega, teman-teman PDIP yang meyakini bahwa dalam proses ini, di KPK bisa diintervensi, dipengaruhi oleh kekuasaan,” lanjutnya.