
Bandung, JURNAL TIPIKOR – Pemerintah Kota Bandung mendapat sorotan tajam setelah hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan Kota Bandung masuk dalam kategori rentan korupsi atau “rapor merah”.
Meskipun demikian, tata kelola internal Pemkot Bandung dalam upaya pencegahan korupsi dinilai sudah berada pada jalur yang cukup baik.
Dikutip dari Pikiran-Rakyat.com tertanggal 21 Oktober 2025, Analis Tindak Pidana Korupsi Madya pada Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK, Irawati, mengungkapkan bahwa Kota Bandung masih berada di kategori rawan dengan perolehan nilai 69.
“Masih dalam kategori rawan, nilainya 69. Jadi kalau kategori terjaga itu 78. Skor 69 itu rawan, jadi masih ditemukan banyak potensi risiko korupsi,” kata Irawati, Selasa (21/10).
Baca juga KPK Dalami Pengadaan Digitalisasi SPBU Pertamina, Periksa Dua Saksi dari Telkom
Irawati menjelaskan, skor 69 ini didapatkan dari penilaian tiga perspektif responden, yaitu internal Pemkot Bandung, masyarakat, dan kalangan ahli (expert). Dengan nilai tersebut, Pemkot Bandung dinilai belum termasuk pemerintah daerah yang terjaga dari risiko korupsi.
“Dalam hal apa? Dalam hal pengelolaan anggaran, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), pengadaan barang dan jasa, atau pun integritas aparatur sipil negara (ASN) itu sendiri. Termasuk upaya mereka dalam mengajak masyarakat, sosialisasi, kampanye (antikorupsi),” urainya.
Lebih lanjut, Irawati menambahkan bahwa berdasarkan data perkara yang ditangani KPK, kasus jual beli jabatan menjadi salah satu celah korupsi yang signifikan di lembaga pemerintah, sehingga menekankan pentingnya Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention (MCSP) dalam mengantisipasi potensi korupsi.
Warga Prihatin, Soroti Transisi Kepemimpinan
Menanggapi hasil SPI KPK, Ketua Badan Pemantau Kebijakan Publik Kota Bandung, Heri Irawan, menyatakan keprihatinannya.
“Sebagai warga Kota Bandung merasa prihatin atas rapor yang diperoleh Kota Bandung, karena masalah kasus korupsi di kota Bandung dapat dikatakan tidak ada surutnya,” tutur Heri kepada Jurnal Tipikor, Jumat (24/10).
Heri secara khusus menyoroti masalah jual beli jabatan, terutama pasca pemilihan Kepala Daerah. “Tentunya pasca pemilihan Kepala Daerah khususnya di Kota Bandung, sistem pemerintahan akan mengalami masa transisi. Masa transisi tersebut sangat rentan dengan jual beli jabatan,” ujar Heri.
Baca juga Kades Cijambe Bungkam Saat Dikonfirmasi Terkait Anggaran Ketahanan Pangan, Ada Apa
Kasus korupsi yang menimpa beberapa pejabat di eksekutif maupun legislatif akhir-akhir ini, menurut Heri, seharusnya menjadi “tamparan keras dan cambuk” bagi kepemimpinan baru di era Farhan-Erwin agar kasus serupa tidak terulang.
Ke depan, Heri menegaskan bahwa Badan Pemantau Kebijakan Publik (BPKP) akan menjalankan fungsi sebagai lembaga sosial kontrol masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan Farhan-Erwin demi terciptanya clean government.
“Koordinasi dan komunikasi dengan Aparat Penegak Hukum akan lebih disinergikan,” tutup Heri.
(Pikiran Rakyat.com / Redaksi)




