
JAKARTA, JURNAL TIPIKOR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penundaan sementara pengembangan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Keputusan ini diambil karena KPK saat ini memprioritaskan penyidikan kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat K3 di lingkungan Kemenaker yang juga sedang berjalan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kedua kasus ini sedang ditangani secara bersamaan dan tidak ada kendala dalam prosesnya. Namun, untuk pengembangan kasus RPTKA, KPK akan menunggu waktu yang tepat.
“Untuk RPTKA dan K3, kami sama-sama laksanakan penyidikan. Dua-duanya berjalan sampai saat ini. Tidak ada hambatan sejauh ini, tetapi untuk pengembangannya memang waktunya menunggu,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (9/9).
Baca juga KPK Tahan Ketua Kadin Kaltim Terkait Kasus Suap IUP
Keterlibatan Kementerian Lain dalam Kasus RPTKA
Asep menambahkan bahwa penundaan ini juga terkait dengan pengembangan kasus RPTKA yang berpotensi melibatkan pihak-pihak di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Menurutnya, proses masuknya tenaga kerja asing tidak hanya berada di bawah kewenangan Kemenaker, tetapi juga melibatkan imigrasi.
“Untuk RPTKA itu tidak hanya melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan karena ketika tenaga kerja asing itu masuk, pintu masuk pertama itu adalah di imigrasi,” jelasnya.
Oleh karena itu, KPK akan menyelidiki pelayanan keimigrasian saat tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia karena adanya informasi dugaan pungutan liar yang tidak hanya terjadi pada pengurusan RPTKA, tetapi juga pada layanan lainnya.
Baca juga Polrestabes Bandung Siapkan 2.000 Personel Gabungan Amankan Laga Persib vs Persebaya
Harapan KPK: Perbaikan Layanan Publik Secara Mandiri
Asep berharap penanganan kasus RPTKA dan K3 ini dapat menjadi momentum bagi kementerian dan lembaga lain di Indonesia untuk memperbaiki layanan publik mereka secara mandiri.
“Kami harapkan seperti itu. Tidak perlu menunggu kami melakukan OTT (operasi tangkap tangan), atau melakukan penindakan dulu, lalu diperbaiki pelayanannya,” katanya.
Latar Belakang Kasus
Pada 5 Juni 2025, KPK telah menetapkan delapan aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker sebagai tersangka dalam kasus RPTKA.
Para tersangka, antara lain Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad, diduga telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA selama kurun waktu 2019 hingga 2024.
Modus operandi mereka adalah menghambat penerbitan RPTKA, yang merupakan syarat wajib bagi TKA untuk bekerja di Indonesia, sehingga memaksa pemohon untuk memberikan uang suap.
Sementara itu, pada 22 Agustus 2025, KPK menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer dan sepuluh orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pemerasan sertifikat K3.
Dalam kasus ini, tarif normal sertifikat K3 yang seharusnya Rp275.000 diduga dinaikkan hingga mencapai Rp6 juta.
(AZI)