
Bandung, JURNAL TIPIKOR – Mutasi pegawai adalah salah satu cara manajemen sumber daya manusia untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam organisasi pemerintahan. Namun, dalam konteks penjabat walikota, terdapat larangan untuk melakukan mutasi pegawai. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji alasan, dampak, dan implikasi dari larangan ttersebut.
Dilansir di media online Porosmedia.com tertanggal 22 Januari 2025, A.Koswara mengatakan bahwa dalam masa kepemimpinan Penjabat Wali Kota, proses mutasi dan promosi ASN tetap mengacu pada aturan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“(Dalam regulasi tersebut), Penjabat Wali Kota tidak diperbolehkan melakukan mutasi atau promosi tanpa rekomendasi Kemendagri, serta semua keputusan harus mendapatkan Pertimbangan Teknis dari BKN,” jelas Koswara.
Menyoroti pernyataan Penjabat Walikota Bandung, A.Koswara, Pengamat kebijakan publik, A. Tarmizi, mengungkapkan keprihatinannya terkait adanya mutasi dan rotasi jabatan yang dilakukan oleh Penjabat Walikota Bandung, A. Koswara. Dalam pandangannya, tindakan tersebut melanggar ketentuan yang ada, di mana seorang Penjabat Walikota seharusnya dilarang melakukan proses mutasi jabatan apalagi saat ini sudah ada walikota dan Wakil Walikota Definitif melalui Pemilihan Kepala Daerah serentak (Pilkada serentak) pada Tanggal 27 Nopember 2024),
“kalau dasarnya sudah ada rekomendasi Kemendagri serta sudah mendapatkan Pertimbangan Teknis dari BKN, coba lakukan press conference kepada publik dengan memperlihatkan kedua rekomendasi tersebut sehingga kebijakan ataupun keputusannya tidak diragukan selain dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku”, ungkapnya pada Jurnal Tipikor, (22/1/2025)
Lebih lanjut Tarmizi menegaskan, kebijakan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian dan mengganggu stabilitas pemerintahan lokal. “Proses mutasi jabatan seharusnya dilakukan oleh walikota definitif yang memiliki mandat dari rakyat. Hal ini penting untuk menjaga akuntabilitas dan keterbukaan dalam pemerintahan,” ujar Tarmizi.
Baca juga Perumda AM TJM Kabupaten Sukabumi Tambah WTP Di Parungkuda
Lebih lanjut, ia meminta agar semua pihak terkait, termasuk pemerintah provinsi dan lembaga pengawas, untuk mengevaluasi langkah yang diambil oleh A. Koswara, demi kepentingan masyarakat Bandung yang membutuhkan kepemimpinan yang transparan dan berorientasi pada layanan publik.
Tarmizi berharap agar tindakan yang tidak sesuai ini dapat ditinjau kembali, dan mengajak masyarakat untuk tetap mengawasi perkembangan di pemerintahan Kota Bandung. “Kita perlu memastikan bahwa setiap langkah yang diambil oleh pejabat publik berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Menurut Tarmizi, ada beberapa alasan larangan seorang Penjabat Walikota melakukan Mutasi Jabatan
1. Stabilitas Administrasi:
Penjabat walikota diangkat untuk menggantikan walikota yang definitif dan bertugas selama masa transisi. Larangan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan kontinuitas dalam administrasi pemerintahan.
2. Penghindaran Penyalahgunaan Kekuasaan
Larangan ini juga dirancang untuk mencegah risiko penyalahgunaan kekuasaan, di mana penjabat walikota mungkin akan melakukan mutasi untuk kepentingan politik atau favoritisme.
3.Fokus pada Tugas Utama
Penjabat walikota diharapkan lebih fokus pada penyelesaian tugas-tugas mendesak dan tidak teralihkan oleh proses mutasi pegawai yang bisa memakan waktu dan sumber daya.
Baca juga L-KONTAK Minta BPPHLHK Serius Tangani Aktivitas Tambang Ilegal di Wajo.
Dampak Larangan
1. Kesehatan Organisasi
Dengan adanya larangan ini, pegawai dapat merasa lebih aman dan stabil dalam posisi mereka, yang pada gilirannya meningkatkan kesehatan organisasi.
2. Motivasi Pegawai:
Larangan tersebut dapat berdampak positif terhadap motivasi pegawai, karena mereka tidak perlu khawatir tentang pergeseran posisi yang tiba-tiba.
3. Keterbatasan dalam Penyesuaian
Di sisi lain, larangan ini dapat menghambat fleksibilitas dalam mengelola pegawai. Jika ada pegawai yang tidak berkinerja baik, penjabat walikota tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Implikasi Hukum dan Etika
1. Kepatuhan terhadap Regulasi Larangan ini menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dalam administrasi publik. Penjabat walikota harus mematuhi peraturan yang ada demi menjaga integritas sistem pemerintahan.
2. Etika dalam Manajemen SDM
Ini juga mencerminkan aspek etika dalam manajemen sumber daya manusia, di mana keputusan harus diambil berdasar objektivitas dan kepentingan publik, bukan berdasarkan kepentingan pribadi.
Dalam kesimpulannya A.Tarmizi mengatakan, Larangan bagi penjabat walikota untuk melakukan mutasi pegawai memiliki berbagai alasan yang mendukung stabilitas dan integritas dalam pemerintahan. Namun, perlu juga dipertimbangkan dampak negatif yang dapat muncul akibat keterbatasan dalam penyesuaian sumber daya manusia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk terus mengevaluasi kebijakan ini agar dapat berfungsi secara optimal dalam mendukung administrasi publik yang lebih baik.(Tim)
2 thoughts on “Pengamat: Ini alasan Larangan Seorang Penjabat Walikota melakukan Mutasi Jabatan”