Jurnaltipikor.com- Prabowo Subianto, calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KM), saat ini sedang menghadapi situasi tak nyaman.
Hal ini dikarenakan rencananya untuk berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden 2024 bisa terkendala.
Potensi kendala tersebut muncul apabila Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sedang melakukan pemeriksaan menemukan bukti yang kuat terkait dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK.
Seperti diketahui, saat ini MKMK sedang memeriksa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan 90/2023) terkait batas usia capres dan cawapres.
Putusan MK itu memicu kegaduhan yang luar biasa menjelang Pemilu 2024.
Baca juga Inilah daftar Harta Kekayaan Ketua KPK Firli Bahuri
Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman(Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan SH MH menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan MK nomor 90 tahun 2023.
“Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik,” kata Fauzan, Kamis (2/11/2023).
Seperti diketahui, saat ini MKMK sedang memeriksa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan 90/2023) terkait batas usia capres dan cawapres.
pelapor yang belum kita dengar,” kata Jimly.
“Siapa tahu ada hal-hal baru,” imbuhnya.
MKMK juga menemukan adanya dugaan kebohongan Ketua MK Anwar Usman.
Temuan dugaan itu, jelas Jimly, terkait Anwar Usman yang berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.
“Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru,” kata Jimly Asshiddiqie.
“Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar,” sambungnya.
Baca juga Bupati Sukabumi Resmikan Gedung Sentra IKM Opak Ketan Jampang
Kronologi mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat dissenting opinion.
Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023.
Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini. RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.
Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.
Baca juga KPU Bakal Konsultasi jika MKMK Batalkan Keputusan MK yang Kontroversi
“Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo,” tambah Arief.
Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK pun menolak ketiga gugatan itu.
Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.
Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Sejauh ini, MKMK telah memeriksa 6 hakim: Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih kemarin, serta Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.
Dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kamera Closed Circuit Television (CCTV) turut diperiksa.
Adapun tampilan CCTV itu berkaitan dengan proses penarikan pencabutan dan permohonan yang kemudian diajukan kembali oleh pemohon Almas Tsaqibbirru.
“CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana kan belum tentu salah juga,” ujar Jimly.
Almas merupakan pemohon yang mengaku merupakan fans dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Permohonan Almas dikabulkan oleh MK yang kemudian putusannya mereduksi syarat usia capres cawapres.
Sebelumnya Almas sempat mengajukan permohonan pencabutan gugatan. Permohonan pencabutan pun sudah diterima oleh MK. Namun kemudian Almas membatalkannya.
Baca juga Apresiasi Pensi Gibyapantra SMAN 3, Bambang: Kota Bandung Gudangnya Insan Kreatif dan Berbudaya
Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 20 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi. Ada yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran terkait konflik kepentingan.
Ada pula yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.(*)