Jakarta, JurnalTipikor.com | Seorang remaja, Imam Masykur (25) asal Bireuen, Aceh, telah menjadi korban penganiayaan tragis. Ia diculik dan dianiaya hingga nyawanya pun melayang. Diduga pelaku pembunuhan tersebut oknum TNI dari Kesatuan Paspampres. Kasus sedang ditangani oleh Pomdam Jaya/Jayakarta.
“Setelah menerima limpahan perkara dari Polda Metro Jaya, kemudian Pomdam melakukan proses selanjutnya, kemudian didapatkan dua terduga lainnya yang setelah dilakukan penyidikan lanjutan, ditetapkan sebagai tersangka kasus penculikan, pemerasan dan penganiayaan,” kata Hamim di Pomdam Jaya, Selasa (29/08/2023).
Jasad Imam ditemukan di Sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat dalam keadaan mengenaskan dengan luka dan bengkak di sekujur tubuhnya pada Jumat (18/08/2023) lalu.
Dalam peristiwa memilukan ini, telah terungkap tiga oknum anggota TNI dan tiga warga sipil terlibat secara langsung. Korban telah diculik tanggal 12 Agustus lalu dan ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.
Ketiga anggota TNI yang terlibat dalam kasus ini adalah Praka RM dari Paspampres, Praka HS dari Direktorat Topografi TNI AD, dan Praka J dari Kodam Iskandar Muda. Bersama dengan mereka, terlibat juga tiga warga sipil dalam peristiwa ini, salah satunya Zulhadi Satria Saputra, kakak ipar dari Praka RM.
Peristiwa ini bermula adanya laporan penculikan oleh keluarga korban ke Polda Metro Jaya pada tanggal 14 Agustus lalu kepada Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad). Keluarga telah mengetahui kejadian tersebut sejak 12 Agustus 2023 lalu.
Brigjen Hamim Tohari menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan awal, terdapat keterlibatan anggota TNI dalam kasus tersebut, sehingga kasus kemudian diserahkan ke Pomdam Jaya.
Kesaksian Warga
Salah seorang saksi mengatakan Imam diculik di tokonya di Jalan Sandratek RT 02/06 Kelurahan Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada sore hari tanggal 12 Agustus lalu. “Sekitar jam 5-an lah,” jelas seorang warga yang enggan disebutkan namanya saat ditemui pers, Selasa (29/8) sore.
Ia melihat Imam dipiting oleh orang yang tidak dikenal dengan postur tubuh besar, tegap serta rambut cepak. Beberapa warga yang berusaha melerai peristiwa tersebut membatalkan niat mereka setelah orang yang dicurigai mengaku sebagai anggota kepolisian. Menurut kesaksian tersebut, Imam dibawa dengan mobil jenis MPV.
**Motif Penculikan dan Penganiayaan**
Komandan Pomdam Jaya, Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar, membenarkan bahwa anggota TNI yang terlibat dalam kasus ini. Pelaku menyangka korban penjual obat ilegal lalu mereka berpura-pura menjadi polisi untuk menangkap korban padahal menculiknya. Motif di balik peristiwa ini adalah pemerasan. “Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap korban, karena korban diduga pedagang obat-obat ilegal (Tramadol dll),” kata Irsyad saat dihubungi wartawan, Senin (28/8/2023).
Baca juga DIT RESKRIMUM POLDA JABAR BERHASIL UNGKAP KASUS KONTEN ATAU MUATAN PERJUDIAN
Menurut keterangan, setelah ditangkap dan dibawa ke suatu tempat, ia menyebut korban pun dianiaya dan dimintai sejumlah uang. Hingga pelaku menganiaya korban untuk memaksa korban memberikan uang. Korban sudah berusaha menelpon ibunya namun uang tebusan tak kunjung datang. Namun karena penganiayaan tersebut melampaui batas, mengakibatkan korban meninggal dunia. “Terus mungkin penganiayaan berlebihan sehingga mengakibatkan kematian,” kata Irsyad.
Belakangan terungkap, tidak hanya Imam yang diculik oleh anggota TNI tersebut. Irsyad mengatakan ada satu warga lain yang diculik.
“Sebenarnya yang diculik itu dua orang, tapi yang satu dilepas di sekitar Tol Cikeas itu dilepas, karena mendapati korban ini kondisinya sudah agak nafas juga susah karena ketakutannya korban yang satu lepas,” ungkap Irsyad di Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (29/8).
Dari keterangan ibu korban, Fauziah, ia menerima telepon dari para pelaku yang meminta uang tebusan sebesar Rp50 juta setelah Imam diculik. “Dia (Imam) nelepon dan bilang ‘mak kirim uang saya sudah dirampok, kirim Rp50 juta, saya sudah tidak kuat lagi disiksa’. Saat itu saya bilang akan saya usahakan cari,” jelas Fauziah kepada wartawan, Senin. Fauziah menyebut pelaku juga mengirimkan video penyiksaan Imam ke keluarganya dan mengancam akan membunuh korban jika uang tebusan tidak diberikan. “Pelaku memgirimkan video dia (Imam) ketika disiksa. Saat itu saya coba telepon balik tapi yang angkat pelaku. Saya bilang saya alan usahakan cari uanh itu tapi anak saya jangan disiksa. Kami orang tidak berada, jangan kan Rp50 juta, Rp1.000 saja di dompet saya tidak punya,” ujarnya.
“Kami minta saat itu agar pelaku bersabar. Kami keluarga upayakan cari uang itu, tapi malah kami didengarkan jeritan penyiksaan anak saya,” jelasnya.
Tuntutan Publik
Kasus tragis mengundang keprihatinan mendalam pihak-pihak terkait, termasuk anggota legislatif dan aktivis hak asasi manusia dan mendesak agar kasus ini diusut tuntas hingga pelaku dan motif di balik perbuatan tersebut terungkap.
Direktur Koalisi NGO Hak Asasi Manusia Aceh, Khairil Arista, menuntut aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini hingga akhir. Ia menyatakan bahwa penghilangan nyawa orang lain merupakan kejahatan luar biasa dan tidak boleh diabaikan. “Kami meminta kasus itu harus segera diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku kepada oknum yang melakukan kekerasan. Kasus kekerasan yang seperti ini tidak boleh dibiarkan,” tegas Khairil. Selain itu, Khairil menekankan bahwa aparat penegak hukum perlu mengungkap motif di balik penyiksaan korban. Terlebih lagi, kasus ini diduga melibatkan oknum militer, yang seharusnya menjadi contoh dalam penegakan hukum, bukan pelanggarannya.
Respon juta datang dari Anggota Komisi III DPR asal Aceh, Nasir Djamil, berharap agar proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi anggota TNI yang terlibat dalam kasus ini. “Kita berharap agar Panglima TNI bisa memproses kasus ini secara terang benderang sehingga masyarakat di Aceh khususnya dan yang ada di Jakarta bisa terpuaskan dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh TNI,” ujar Nasir. Dia juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk aktif dalam pengungkapan kebenaran atas peristiwa yang menimpa korban. (Red)