Jakarta, JurnalTipikor.com | Dalam sorotan yang tajam dan tak terhindarkan, langkah-langkah kontroversial Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo, telah mencengkeram perhatian dengan mengajak seluruh keluarganya terjun sebagai Calon Legislatif (Caleg) pada pemilihan tahun 2024. Namun, dibalik tindakan ini, terpancar bukan hanya tekad kuat untuk memasuki arena politik, melainkan juga mengundang pertanyaan besar mengenai integritas dan demokrasi politik di Indonesia.
Baca Juga Partai Amanat Nasional (PAN) Tegak lurus bersama Capres Prabowo Subianto
Tindakan ini mendapatkan respons yang beragam, namun salah satunya yang paling kritis adalah pendapat dari Lucius Karus, seorang Manajer Riset yang terkait dengan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Dengan kepekaan dan analisisnya, Karus memberikan respon yang tajam, merujuk fenomena ini sebagai pemandangan yang mengkhawatirkan di tengah lahan politik Indonesia. Dalam satu kesaksian yang membingungkan, tujuh anggota dari sebuah keluarga konglomerat Indonesia muncul sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) yang berpotensi mengambil peran penting dalam Pemilihan Umum 2024. Fenomena ini, yang dijuluki “politik keluarga”, semakin menunjukkan tren mengkhawatirkan di mana politik tidak lagi sepenuhnya didasarkan pada kualifikasi dan dedikasi, tetapi juga memiliki lapisan kepentingan pribadi dan keluarga.
Baca Juga Wakil Ketua komisi IX DPR RI menghadiri acara sosialisasi kesehatan di Desa Manleten
Individu-individu ini, yang memiliki hubungan keluarga dengan Hary Tanoesoedibjo—seorang figur bisnis sukses sekaligus Ketua Umum DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo)—telah mengubah politik menjadi urusan keluarga. Keputusan untuk membawa istri dan kelima anaknya sebagai Calon Anggota Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di bawah bendera Partai Perindo semakin mengukuhkan kesan bahwa partai ini lebih mengedepankan urusan internal daripada menyediakan platform untuk perwakilan dan aspirasi masyarakat.
Seiring detail-detail tentang keluarga Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoe, terus terkuak, respons kritis juga datang dari Muhammad Said Didu, yang pernah menjadi Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam cuitannya pada tanggal 24 Agustus 2023, Didu tidak ragu untuk menyebut situasi ini sebagai “nepotisme yang tersurat”. Kritik tajam ini merenungkan potensi buruk jika keluarga seperti keluarga Hary Tanoe berhasil meraih kendali penuh atas berbagai aspek dalam negara ini, mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
Baca juga Wabup Buka Jalan Sehat HUT RI Ke-78 dan Sosilasasi Pembayaran Digital Perum Tirta Rangga Subang
Mengingat situasi ini, perlu ditekankan bahwa Liliana T. Tanoesoedibjo, istri dari Hary Tanoe, tampil sebagai caleg dari Dapil DKI Jakarta II dengan nomor urut 1. Keputusan ini menambah dimensi kontroversial dalam narasi politik yang terus berkembang ini, memunculkan pertanyaan mengenai motivasi dan dampaknya pada integritas sistem politik di Indonesia.
Red