
Jakarta, JURNAL TIPIKOR – Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti secara tajam permasalahan tata kelola royalti musik di Indonesia, mengemuka dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Sorotan ini muncul seiring dengan maraknya kasus sengketa royalti yang menyeret nama-nama besar di industri musik Tanah Air, termasuk musisi Agnes Monica (Agnez Mo) dan Oxavia Aldiano (Vidi Aldiano).
Dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin, Hakim Enny secara khusus menyebutkan kasus yang dialami Agnez Mo dan Vidi Aldiano.
“Ini ‘kan memang isunya sekarang ini cukup marak. Bahkan tidak hanya Agnez Mo, kalau saya sebutkan nama artisnya… terakhir saya dengar ada terkait dengan Vidi, yang dipersoalkan dengan lagu ‘Nuansa Bening’-nya itu,” ujar Enny.
Menanggapi fenomena ini, Hakim Enny mempertanyakan sejauh mana persoalan tata kelola royalti dalam pandangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Pertanyaan tersebut secara langsung diajukan kepada perwakilan DPR RI I Wayan Sudirta dan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, yang hadir dalam persidangan.
“Persoalannya adalah sejauh mana sebetulnya problem yang berkaitan dengan tata kelola royalti itu? Bisa enggak, itu nanti digambarkan kepada kami, Pak Razilu, ya, bagaimana, sih, sebetulnya tata kelola royalti itu sendiri yang sekarang ini ada?” tegas Enny.
Lebih lanjut, Hakim Enny mendalami apakah tata kelola royalti saat ini telah mampu memberikan perlindungan yang efektif kepada pencipta karya dari segi hak ekonomi. Dia juga menyoroti efektivitas Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), sebagai institusi yang bertanggung jawab menghimpun dan mendistribusikan royalti.
“Ini ‘kan problemnya memang jangan-jangan memang tidak terdistribusi royalti itu. Apa sebenarnya persoalannya di situ? Sehingga kami ingin mendapatkan hal yang menyangkut soal efektivitas kerja dari LMK itu, ya,” tuturnya.
Baca juga Kejagung Limpahkan Enam Tersangka Suap Putusan Lepas Perkara CPO ke Kejari Jakarta Pusat
Pada kesempatan ini, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan untuk Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dengan agenda mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden.
Perkara Nomor 28 diajukan oleh musisi Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH), serta 27 musisi lainnya. Permohonan ini berangkat dari berbagai kasus sengketa royalti, termasuk pengalaman Agnez Mo yang digugat oleh pencipta lagu “Bilang Saja”, Ari Bias, karena dianggap tidak meminta izin langsung dan tidak membayar royalti. Diketahui, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengabulkan gugatan tersebut, menghukum Agnez Mo membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias, dan Agnez Mo juga dilaporkan ke polisi atas dugaan pelanggaran Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
Dalam permohonannya, Armand Maulana dkk. meminta MK untuk mencabut salah satu ketentuan dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta, serta memberikan pemaknaan baru untuk Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, dan Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta.
Sementara itu, Perkara Nomor 37 diajukan oleh grup musik Terinspirasi Koes Plus (T’Koes Band) dan “lady rocker pertama” Saartje Sylvia.
Mereka mengadu ke MK setelah dilarang mementaskan lagu-lagu karya Koes Plus per tanggal 22 September 2023 oleh para ahli waris Koes Plus. Dalam perkara ini, T’Koes Band dan Saartje Sylvia meminta MK memberikan pemaknaan baru terhadap Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
Sidang ini menegaskan urgensi peninjauan ulang terhadap sistem tata kelola royalti musik di Indonesia guna memastikan keadilan dan perlindungan yang optimal bagi para pencipta karya.
Sumber : Antara